Advertisemen


Dari data-data
Sutan Martua Raja (SMR) yang terdapat pada buku Tuanku Rao jelas
disebut, bahwa Tuanku Tambusai berasal dari Batangonang. Umur 10 tahun
dia telah menjadi anak yatim piatu. Hatinya yang kuat untuk menuntut
ilmu agama Islam dia mengikutkan rombongan kuda kuli pedagang garam ke
Daludalu. Batangonang kebetulan merupakan daerah lintas mereka dari
Siabu - Damar Nagodang ke Daludalu. Pedagang Garam ini selalu bermalam
di Batangonang sebelum melanjutkan perjalanan. Dari Pedagang Garam
inilah ayah Tuanku Tambusai memperoleh kabar bahwa di Tambusai ada dua
orang Tuan Syekh yang dalam pengetahuannya dibidang agama. Tetapi belum
sempat ayahnya mengantar dia ke Tembusai ayahnya sudah meninggal. Itulah
sebabnya dia mengikutkan rombongan pedagang itu supaya bisa meneruskan
cita-cita ayahnya.
Guna mengumpulkan belanja selama bersekolah nantinya, untuk beberapa tahun dia menjadi kernet Pedagang-Pedagang tersebut di Daludalu. Sewaktu Pedagang itu istirahat ataupun berbelanja di pasar dialah yang memberi makan dan memandikan kuda-kuda Pedagang itu. Daludalu pada waktu itu merupakan persimpangan lintas Pedagang Garam. Dari pantai dibawa barang-barang dari luar negeri, sedang dari pedalaman dibawa hasil bumi. Mereka disebut Pedagang Garam karena mereka selalu membawa garam ke pedalaman disamping dagangan lainnya.
Guna mengumpulkan belanja selama bersekolah nantinya, untuk beberapa tahun dia menjadi kernet Pedagang-Pedagang tersebut di Daludalu. Sewaktu Pedagang itu istirahat ataupun berbelanja di pasar dialah yang memberi makan dan memandikan kuda-kuda Pedagang itu. Daludalu pada waktu itu merupakan persimpangan lintas Pedagang Garam. Dari pantai dibawa barang-barang dari luar negeri, sedang dari pedalaman dibawa hasil bumi. Mereka disebut Pedagang Garam karena mereka selalu membawa garam ke pedalaman disamping dagangan lainnya.
Tuanku
Tambusai rajin melaksanakan tugasnya sebagai kernet itu sehingga
Pedagang-Pedagang itu senang kepadanya. Bukan saja dia
dapat mengumpulkan uang untuk belanja mengaji, tetapi juga dia menguasai
sifat-sifat kuda yang dijaganya.
Pengetahuannya mengenai sifat-sifat kuda ini ternyata dapat mengangkat namanya di dalam pasukan Padri yang menitik beratkan kepada Cavalrist/Pasukan Berkuda.
Setelah dia menamatkan pelajaran agama dari kedua Tuan Syekh di Tembusai, dia mendapat gelar Fakih Muhammad.
Umur yang masih muda dan haus akan memperdalam agama dia pergi ke Kamang masuk ke Pesantren Tuanku Nan Renceh. Demikian advis dari Pedagang Garam dari Minangkabau, bahwa di Pesantren Tuanku Nan Renceh diajarkan pengetahuan Islam yang baru dari Mazhab Hambali.
Pada saat itu Tuanku Nan Renceh (Gerakan Wahabi) hendak mengislamkan masyarakat Batak secara massal. Itulah sebabnya dia memasuki anggota Pasukan Padri tersebut. Kebetulan kepadanya dipercayakan memimpin Pasukan Padri di bagian Timur Tanah Batak tersebut.
Dari Folklore Turi-Turian
Turi-turian ni Datuk Tuongku Aji Malim Leman adalah salah satu turi-turian yang disebarluaskan Tuanku Tambusai untuk membakar semangat rakyat supaya tetap anti kepada Penjajah. Masih banyak judul turi-turian lainnya yang disesuaikan kepada tempat dan masyarakat yang hendak diinsyafkan. Seperti turi-turian ni "Tunggang Hayuara Mera", turi-turian ni "Sutan Naposo Di Langit", dan lain-lain.
Turi-turian ni Datuk Tuongku Aji Malim Leman seakan merupakan induk turi-turian yang dibuat Tuanku Tambusai. Turi-turian ini boleh dikatakan "The Story Tell Himself".
Dalam turia-turian ini disebut dia tinggal di Kuala Batang Muar. Tetapi kampung kelahirannya di "Pulo Alang Pulo Iling Pulo Haluang Mambariba". Terselubung.
Pulo Alang = Satu daerah yang terdiri dari alang-alang atau padang yang luas = Padang Laweh = Padang Lawas.
Pulo Iling = Orang Minangkabau kalau ke Tapanuli melalui daerah yang iling atau daerah yang miring. Kampung-kampung pun di sana dibuat di daerah iling (miring) di lereng bukit. Seperti Muara Sipongi, Pakantan dan lain-lain. Orang Minang mengambil inde (ibu) ke daerah Iling. Mengambil inde atau kawin dalam bahasa Minang adalah mande. Jadi Mande ke daerah Iling menjadi Mandeiling atau Mandailing.
Pulo Haluang Mambariba = Satu daerah itu setengahnya masih tempat kelelawar tidur. Belum terusik oleh pengaruh luar terutama agama Islam. Tuanku Tambusai sudah beragama Islam jadi dia datang dari bagian yang telah terusik atau Tapanuli Selatan.
Jadi Pulo Alang Pulo Iling Pulo Haluang Mambariba = Dari Tapanuli Selatan antara Padang Lawas dan Mandailing. Kampung termaksud adalah Batangonang. Lihat peta.
Dari Buku Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam Karangan H.A. Fuad Said.
Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam tidak lain adalah Tuanku Tambusai. Demikian terungkap pada buku "Menyingkap Tabir Riwayat Hidup Tuan Guru Babussalam Syekh Abd. Wahab" karangan Ir. L.P. Hasibuan.
Dalam buku Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam karangan H.A. Fuad Said ada disebut Tuan Guru tinggal di Tanah Putih, tetapi kampung kelahirannya di kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau.
Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau.
Penjelasan mengenai lokasi kampung ini begitu panjang. Terasa berlebihan sehingga menjadi janggal.
Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi. Seperti terselubung ada yang disembunyikan yang hendak diterangkan penjelasan tersebut.
Umpamanya kampung Danau Toba itu tidak ada. Yang ada mungkin Kampung Toba atau kampung Danau. Atau kampung dekat Danau Toba.
Jadi kampung Danau atau kampung Runda mungkin ada. Tetapi kampung Danau Runda itu tidak ada yang ada kampung dekat Danau Runda.
H.A. Fuad Said mengatakan beliau membuat buku Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam itu hanya menukar tulisan Arab Melayu ke tulisan Latin. Siapa yang menulis manuskrip tulisan Arab Melayu itu beliau tidak tahu. Diterimanya dari Haji Bakri anak Syekh Wahab yang selalu mengikuti Syekh Wahab kemana pergi.
Ramda dan Runda dalam tulisan Arab tidak jauh berbeda. Bisa saja salah baca, apalagi kalau manuskripnya sudah tua. Jika kesalahan itu terjadi seharusnya terbaca:
"KAMPUNG DANAU RAMDA, RANTAU BINUANG SAKTI, NEGERI TINGGI".
Ramda jika ditukar suku katanya dan dibalik-balik menjadi DAMAR. Sehingga Kampung Danau Ramda kemungkinan yang dimaksud kampung di dekat DANAU DAMAR.
Batangonang terletak dekat Danau Damar. Jalan yang mengelilingi Danau Damar itu dikenal orang sampai sekarang jalan lintas Damar Nagodang-Siabu. Jalan pintas dari Padang Lawas ke Mandailing. Dulu jalan itu jalan lalu-lintas Pedagang Sira (Garam). Kol. Elout pada tahun 1834 pernah menyerang Padang Lawas/ Pasukan Tuanku Tambusai datang dari jalan Damar Nagodang ini. Tetapi dipukul mundur Pasukan Tuanku Tambusai di bawah pimpinan istrinya bernama Srikandi Nan Duri Batang Sosa. Tentunya merupakan kenangan manis yang tak mudah dilupakan oleh Tuanku Tambusai.
Pada agresi II tahun 1949 kampung Morang yang terletak di jalan lintas Damar Nagodang ini pernah dibakar serdadu Belanda. Sebab orang kampung itu tidak mau memberi keterangan mengenai pasukan kita yang lewat di situ menuju Benteng Huraba.
RANTAU BINUANG SAKTI
Ranto dalam bahasa Batak artinya tempat yang dangkal
Binuang (bahasa Batak) artinya tempat kerbau berendam
Sakti jika hurufnya dibalik-balik bisa menjadi TASIK
Dekat Kampung Batangonang ada danau yang bernama Danau Tasik
Danau Damar dan Danau Tasik berendeng tidak jauh dari Batangonang.
Disebut Danau Damar karena di sekitar danau banyak kayu damar. Yang menarik pada Danau Tasik, hampir setengah dari danau itu tetap dangkal (ranto). Tempat kerbau milik rakyat berendam. Waktu dulu ratusan kerbau berendam di situ. Merupakan pemandangan yang menarik. Anak-anak juga turut mandi-mandi di danau itu di antara kerbau-kerbau tersebut. Danau Tasik terletak di tengah dataran tinggi steppe yang paling ideal tempat jalangan kerbau.
Bukan tidak mungkin Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam itu waktu kecil selalu mandi sambil menunggang kerbau. Pindah-pindah dari kerbau satu ke kerbau yang lain. Atau turut pula berpacu menunggang kerbau yang berenang dari pinggir satu ke pinggir lain danau Tasik tersebut. Itu semua merupakan kenangan di masa kanak-kanak yang tak mungkin terlupakan.
Ada pepatah Batak yang menyangkut kata binuang.
"Nada tarparhorbo BINUANG, nada tarparbaju SANGKOTAN"
artinya: Orang kaya yang sudah jatuh miskin atau orang yang pernah berkuasa kemudian tak bisa berbuat apa-apa karena kuasanya telah hilang tidak perlu mengkhayal di masa kejayaannya. Walaupun bekasnya masih jelas tertinggal seperti bajunya yang banyak dulu sekarang tinggal sangkutannya saja. Kerbau yang banyak dulu sekarang sudah tiada tinggal binuangnya saja (tempat berendamnya saja).
Pengetahuannya mengenai sifat-sifat kuda ini ternyata dapat mengangkat namanya di dalam pasukan Padri yang menitik beratkan kepada Cavalrist/Pasukan Berkuda.
Setelah dia menamatkan pelajaran agama dari kedua Tuan Syekh di Tembusai, dia mendapat gelar Fakih Muhammad.
Umur yang masih muda dan haus akan memperdalam agama dia pergi ke Kamang masuk ke Pesantren Tuanku Nan Renceh. Demikian advis dari Pedagang Garam dari Minangkabau, bahwa di Pesantren Tuanku Nan Renceh diajarkan pengetahuan Islam yang baru dari Mazhab Hambali.
Pada saat itu Tuanku Nan Renceh (Gerakan Wahabi) hendak mengislamkan masyarakat Batak secara massal. Itulah sebabnya dia memasuki anggota Pasukan Padri tersebut. Kebetulan kepadanya dipercayakan memimpin Pasukan Padri di bagian Timur Tanah Batak tersebut.
Dari Folklore Turi-Turian
Turi-turian ni Datuk Tuongku Aji Malim Leman adalah salah satu turi-turian yang disebarluaskan Tuanku Tambusai untuk membakar semangat rakyat supaya tetap anti kepada Penjajah. Masih banyak judul turi-turian lainnya yang disesuaikan kepada tempat dan masyarakat yang hendak diinsyafkan. Seperti turi-turian ni "Tunggang Hayuara Mera", turi-turian ni "Sutan Naposo Di Langit", dan lain-lain.
Turi-turian ni Datuk Tuongku Aji Malim Leman seakan merupakan induk turi-turian yang dibuat Tuanku Tambusai. Turi-turian ini boleh dikatakan "The Story Tell Himself".
Dalam turia-turian ini disebut dia tinggal di Kuala Batang Muar. Tetapi kampung kelahirannya di "Pulo Alang Pulo Iling Pulo Haluang Mambariba". Terselubung.
Pulo Alang = Satu daerah yang terdiri dari alang-alang atau padang yang luas = Padang Laweh = Padang Lawas.
Pulo Iling = Orang Minangkabau kalau ke Tapanuli melalui daerah yang iling atau daerah yang miring. Kampung-kampung pun di sana dibuat di daerah iling (miring) di lereng bukit. Seperti Muara Sipongi, Pakantan dan lain-lain. Orang Minang mengambil inde (ibu) ke daerah Iling. Mengambil inde atau kawin dalam bahasa Minang adalah mande. Jadi Mande ke daerah Iling menjadi Mandeiling atau Mandailing.
Pulo Haluang Mambariba = Satu daerah itu setengahnya masih tempat kelelawar tidur. Belum terusik oleh pengaruh luar terutama agama Islam. Tuanku Tambusai sudah beragama Islam jadi dia datang dari bagian yang telah terusik atau Tapanuli Selatan.
Jadi Pulo Alang Pulo Iling Pulo Haluang Mambariba = Dari Tapanuli Selatan antara Padang Lawas dan Mandailing. Kampung termaksud adalah Batangonang. Lihat peta.
Dari Buku Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam Karangan H.A. Fuad Said.
Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam tidak lain adalah Tuanku Tambusai. Demikian terungkap pada buku "Menyingkap Tabir Riwayat Hidup Tuan Guru Babussalam Syekh Abd. Wahab" karangan Ir. L.P. Hasibuan.
Dalam buku Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam karangan H.A. Fuad Said ada disebut Tuan Guru tinggal di Tanah Putih, tetapi kampung kelahirannya di kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau.
Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau.
Penjelasan mengenai lokasi kampung ini begitu panjang. Terasa berlebihan sehingga menjadi janggal.
Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi. Seperti terselubung ada yang disembunyikan yang hendak diterangkan penjelasan tersebut.
Umpamanya kampung Danau Toba itu tidak ada. Yang ada mungkin Kampung Toba atau kampung Danau. Atau kampung dekat Danau Toba.
Jadi kampung Danau atau kampung Runda mungkin ada. Tetapi kampung Danau Runda itu tidak ada yang ada kampung dekat Danau Runda.
H.A. Fuad Said mengatakan beliau membuat buku Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam itu hanya menukar tulisan Arab Melayu ke tulisan Latin. Siapa yang menulis manuskrip tulisan Arab Melayu itu beliau tidak tahu. Diterimanya dari Haji Bakri anak Syekh Wahab yang selalu mengikuti Syekh Wahab kemana pergi.
Ramda dan Runda dalam tulisan Arab tidak jauh berbeda. Bisa saja salah baca, apalagi kalau manuskripnya sudah tua. Jika kesalahan itu terjadi seharusnya terbaca:
"KAMPUNG DANAU RAMDA, RANTAU BINUANG SAKTI, NEGERI TINGGI".
Ramda jika ditukar suku katanya dan dibalik-balik menjadi DAMAR. Sehingga Kampung Danau Ramda kemungkinan yang dimaksud kampung di dekat DANAU DAMAR.
Batangonang terletak dekat Danau Damar. Jalan yang mengelilingi Danau Damar itu dikenal orang sampai sekarang jalan lintas Damar Nagodang-Siabu. Jalan pintas dari Padang Lawas ke Mandailing. Dulu jalan itu jalan lalu-lintas Pedagang Sira (Garam). Kol. Elout pada tahun 1834 pernah menyerang Padang Lawas/ Pasukan Tuanku Tambusai datang dari jalan Damar Nagodang ini. Tetapi dipukul mundur Pasukan Tuanku Tambusai di bawah pimpinan istrinya bernama Srikandi Nan Duri Batang Sosa. Tentunya merupakan kenangan manis yang tak mudah dilupakan oleh Tuanku Tambusai.
Pada agresi II tahun 1949 kampung Morang yang terletak di jalan lintas Damar Nagodang ini pernah dibakar serdadu Belanda. Sebab orang kampung itu tidak mau memberi keterangan mengenai pasukan kita yang lewat di situ menuju Benteng Huraba.
RANTAU BINUANG SAKTI
Ranto dalam bahasa Batak artinya tempat yang dangkal
Binuang (bahasa Batak) artinya tempat kerbau berendam
Sakti jika hurufnya dibalik-balik bisa menjadi TASIK
Dekat Kampung Batangonang ada danau yang bernama Danau Tasik
Danau Damar dan Danau Tasik berendeng tidak jauh dari Batangonang.
Disebut Danau Damar karena di sekitar danau banyak kayu damar. Yang menarik pada Danau Tasik, hampir setengah dari danau itu tetap dangkal (ranto). Tempat kerbau milik rakyat berendam. Waktu dulu ratusan kerbau berendam di situ. Merupakan pemandangan yang menarik. Anak-anak juga turut mandi-mandi di danau itu di antara kerbau-kerbau tersebut. Danau Tasik terletak di tengah dataran tinggi steppe yang paling ideal tempat jalangan kerbau.
Bukan tidak mungkin Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam itu waktu kecil selalu mandi sambil menunggang kerbau. Pindah-pindah dari kerbau satu ke kerbau yang lain. Atau turut pula berpacu menunggang kerbau yang berenang dari pinggir satu ke pinggir lain danau Tasik tersebut. Itu semua merupakan kenangan di masa kanak-kanak yang tak mungkin terlupakan.
Ada pepatah Batak yang menyangkut kata binuang.
"Nada tarparhorbo BINUANG, nada tarparbaju SANGKOTAN"
artinya: Orang kaya yang sudah jatuh miskin atau orang yang pernah berkuasa kemudian tak bisa berbuat apa-apa karena kuasanya telah hilang tidak perlu mengkhayal di masa kejayaannya. Walaupun bekasnya masih jelas tertinggal seperti bajunya yang banyak dulu sekarang tinggal sangkutannya saja. Kerbau yang banyak dulu sekarang sudah tiada tinggal binuangnya saja (tempat berendamnya saja).
TANAH TINGGI
Batangonang terletak di dataran tinggi di lereng Bukit Barisan.
Dari penjelasan ini dapat diketahui kampung asal kelahiran Tuan Guru Babussalam Syekh Abd. Wahab alias Tuanku Tambusai adalah di "Batangonang" di tempat yang TINGGI dekat DANAU DAMAR dan DANAU TASIK antara PADANG LAWAS dan MANDAILING di TAPANULI SELATAN
Advertisemen