Advertisemen
1816 - 1818 : Dari benteng Daressalam (Daludalu), beliau mengislamkan masyarakat Batak sebelah Timur, dari Sungai Rokan sampai ke Sungai Asahan secara massaal.
1818 - 1821 : Menjadi Duta Gerakan Wahabi Minangkabau kepada Gerakan Wahabi di Arabia, menggantikan Tuanku Tinaro yang meninggal dalam perjalanan sewaktu menuju ke Arabia. Berbulan-bulan Tuanku Tambusai mengikuti keluarga Saudi di bawah pimpinan Faisal Ibnu Saud, putra dari Abdullah Ibnu Saud yang pada tahun 1816 dipancung Tentera Turky di Stambul. Pengalaman bergerilya bersama Faisal Ibnu Saud di Gurun Nesyed/ Hadramaut melawan tenteraTurky inilah yang telah membentuk kekerasan hati Tuanku Tambusai untuk terus bergerilya mengusir Penjajah Belanda.
1821 - 1837 : Sekembalinya dari Arabia Benteng Bonjol sudah dikepung Belanda. Bantuan dari Masyarakat Minangkabau sudah putus tidak bisa diharapkan lagi, karena semua sudah dikuasai Belanda. Dalam mengepung Benteng Bonjol, Belanda telah mendirikan Benteng Fort de Kockn di Bukittinggi. Fort van der Capellen di Batusangkar, Benteng Penyerangan dari Lubuksikaping dan Pakantan dan lain-lain. Tuanku Tambusai mendirikan Mandersa di Siborna yang dikenal sampai sekarang Padang Mandersa di dekat Mondang (Mondang Baru). Dari Benteng Daressalam Tuanku Tambusai menyerang Fort van der Capellen dan iring-iringan serdadu Belanda antara Fort van der Capellen yang bergerak ke Benteng Bonjol. Dari Padang Mandersa Siborna Pasukan Tuanku Tambusai bergerak melalui Sopodua di Bukit Barisan menghadang iringan serdadu Belanda yang bergerak dari Pakantan menuju Benteng Bonjol. Malahan Benteng BElanda di Pakantan juga diserang Pasukan Tuanku Tambusai kalau serdadu Belanda telah terkumpul mengepung Bonjol.
: Sehingga rencana Belanda menyerang Benteng Bonjol buyar sekali. Demikian taktik yang dibuat Tuanku Tambusai, sehingga Benteng Bonjol dapat bertahan 15 tahun dalam kepungan ketat serdadu Belanda dan Benteng Bonjol telah terisolasi dari masyarakat Minangkabau.
Kekuatan Pasukan Tuanku Tambusai hanya mampu menyerang "hit and run", tetapi betul-betul
menyusahkan serdadu Belanda.
Dari Padang Madersa Siborna ini juga bahan makan ke Benteng Bonjol yang sudah terkepung
disuply. Melalui poa Pinarik - Bukit Barisan - Bonjol, yang berjarak 1 (satu) hari perjalanan.
Seperti beras, daging saleh, ikan saleh. bahkan juga pasukan dikirim ke Benteng Bonjol
tersebut.
Tempat latihan pasukan yang dikirim itu di Padang Pangasaan dekat Siborna. Tugas pengiriman
bahan makanan ke Bonjol dan merekrut anggota pasukan diserahkan kepada isternya Tuanku
Tambusai bernama Nan Duri Batang Sosa. Tempat mengawasi jalannya latihan perang-perangan
itu dikenal orang Tor Panoduran sampai sekarang.
1838 : Belanda masuk melalui Tangga Begu menyerang Pasukan Tuanku Tambusai di Padanglawas.
Tangga Begu terletak antara Mandailing dan Padanglawas di Bukit Barisan. Tempat yang curam
di sana berupa tangga dan karena dilewati serdadu Belanda disebut Tuanku Tambusai Tangga
Begu. Tuanku Tambusai menyebut Belanda adalah Begu.
Anggota Pasukan Tuanku Tambusai habis dibunuhi serdadu Belanda dalam pertempuran ini
"Suang Songon Na Mangarabi Bira", kata Tuanku Tambusai. Istrinya yang tercinta Srikandi Nan
Duri Batang Sosa turut gugur dalam pertempuran ini. Tempat pertempuran ini diberi Tuanku
Tambusai namanya Pagaran Bira. Pagar Bira (keladi) yang tidak bisa diharapkan sebagai pagar
(handang).
Dari Pagaran Bira Belanda menyerang anggota Pasukan Tuanku Tambusai yang mundur ke
Siborna.
Di Siborna juga terjadi pertempuran habis-habisan. Alat persenjataan yang jauh lebih unggul
dari unggul dari alat persenjataan yang dimiliki Pasukan Tuanku Tambusai dapat menundukkan
semangat yang begitu berapi-api. Maleu kata Tuanku Tambusai.
: Setelah serdadu Belanda memukul Pasukan Tuanku dan membakar Mandersanya di Mondang
Baru, serdadu Belanda bergerak menyerang Benteng Daressalam di Daludalu. Perlawanan yang
begitu gigih dari anggota pasukan Tuanku Tambusai tidak mempan kepada kekuatan serdadu
Belanda yang begitu besar dan ampuh. Kekuatan serdadu Belanda yang mengepung Benteng
Bonjol ditambah serdadu Belanda dari Pakantan, Benteng Lubuksikaping dan lain-lain semua
dikerahkan menyerang Pasukan Tuanku Tambusai.
Serdadu Belanda dari Benteng Fort van der Capellen dan Fort de Kokn turut mengepung
Benteng Daressalam dari arah Selatan. Benteng Daressalam habis dibubur meriam-meriam
Belanda. Benteng Daressalam dibumi hangus serdadu Belanda maka habislah pertahanan
perlawanan Pasukan Padri yang terakhir pada tahun 1838.
1839 : Setelah Mandersa di Padang Mandersa Siborna dan Benteng Daressalam di Daludalu dibumi-
hangus Belanda; Tuanku Tambusai mendirikan Mandersa di Sipagabu. Sampai sekarang dikenal
orang tempat Mandersanya itu Padang Mandersa ni Baleo i di Sipagabu. Tuanku Tambusai
bermukim di sini lebih kurang 21 tahun.
1860 : Tuanku Tambusai pindah ke Rimbo Mahato dan mendirikan Mandersa sambil pengajian di
pinggir Sungai Putih. Karena Sungai Barumun tidak bisa dimanfaatkan untuk hubungan ke luar
dan lalu lintas perdagangan. Belanda sudah mendirikan Bivak di Pulau Kopiah di mulut/muara
Sungai Barumun.
1839 - 1860 : Pasukan Tuanku Tambusai turut memperkuat Pasukan Kesultanan Panai terhadap penyerangan
serdadu Belanda ke Labuhanbilik. Walaupun yang menyerang Kesultanan Panai di Labuhanbilik
itu disebut Bajaklaut. Itu hanya politik Belanda untuk meghindari campur tangan Inggiris.
1840 : Tuanku Tambusai mengikat perjanjian dengan Inggiris dan Sultan Siak Sri Indrapura. Untuk
perjanjian ini Tuanku Tambusai pernah pergi ke Inggiris secara rahasia. Yang di dalam turi-
turian ni Datuk Tuongku Aji Malim Leman yang dibuat Tuanku Tambusai disebut Na Sumolom
Laut Jabarullah.
Laut Jabarullah = Laut Gibraltar.
1843 : Akibat dari perjanjian ini Inggiris mengusir Belanda dari Padanglawas dan Kampar.
Belanda meninggalkan Padanglawas dan Kampar dengan ketentuan:
1. Pemerintah Belanda diizinkan oleh Pemerintah Inggiris merebut Kesultanan Aceh. Hal mana
belum diizinkan pada London Cobvention tahun 1814 serta pada London Tractat pada
tahun 1824.
2. Dengan syarat bahwa: Daerah Pengaliran Sungai siak serta Daerah Pengaliran Sungai
Rokan, merupakan Sphere Of interest Pemerintah Inggiris!!
Setelah Belanda meninggalkan Padanglawas dan Kampar Tuanku Tambusai bebas menyusun
kekuatan untuk melawan Belanda. Beliau mendirikan Benteng di Gunung Tinggi. Mempersiapkan
Patuan Nan lobi menjadi Panglima Perang Padanglawas yang di rencanakan itu.
Pertempuran itu nantinya akan dicampuri Inggiris dan dengan demikian maksud Inggiris
mencaplok untuk menyatukan Daerah Aliran Sungai Siak dan Rokan ke Malaya di bawah
kekuasaan Inggiris terkabul.
Pada tahun 1843 meninggalkan Padanglawas dan Kampar secara resmi. Tetapi secara diam-diam
Belanda melaga Raja-Raja ini di Padanglawas dan serdadunya mencampuri membantu Raja yang
pro kepada Belanda.
Yang menurut istilah Muhammad said Sejarawan Sumatera Utara: Belanda keluar dari pintu muka,
tetapi masuk dari pintu belakang.
1871 - 1879 : Perang Padanglawas
Perang antara Pasukan Tuanku Tambusai yang dibantu anggota Pasukan dari Raja-Raja di
Padanglawas melawan Pasukan khusus Belanda yang didatangkan dari Batavia yang diperkuat
serdadu Belanda yang ada di Bengkalis. Labuhanbilik, Tanjung Kopiah, Tanjungbalai dan
Labuhanbatu. Dari sebelah Barat turut pula menyerang Gunung Tinggi dari Padangsidempuan
dan serdadu Belanda dari Padang.
: Belanda tidak mau mengkaitkan Perang Padanglawas ini dengan Tuanku Tambusai dan
Padanglawas. Karena Belanda mengetahui Inggiris akan turut campur. Belanda mengetahui ada
perjanjian Inggiris dan Tuanku Tambusai demikian.
Dengan alasan itu pula maka Belanda sengaja memperkecil arti dari Perang tersebut. Mereka
hanya menyebut Ekspedisi Militer Belanda untuk menangkap Yang Dipertuan Nan Lobeh (Raja
Lobi Raja Gunungtinggi) yang berani menghina Pemerintah Belanda.
Demikian laporan Pemerintah Kolonial Belanda pada Tweede Kamer karena banyaknya pasukan
Belanda yang mati dalam pertempuran itu. Dalam Kolonial Verslag tahun 1872 itu juga diakui di
samping raja Gunungtinggi masih ada turut Raja-Raja lain melawan Belanda.
Yang menghandle penyerangan ke Gunungtinggi adalah Pemerintah Kolonial Belanda dari
sebelah Timur bukan Pemerintah Kolonial Belanda Bagian Barat yang berpusat di Padang.
Demikian juga jalan yang ditempuh melalui Sungai Bilah bukan melalui Sungai Berumun.
Begitupun istilah yang dipakai Perang Bilah, Perang Raja Bilah atau Perang Raja Lobi atau perang
Pertuan Nan Lobeh. Itu semua adalah politik Belanda untuk memperkecilkan perang tersebut
dan menghindarkan keterkaitan Tuanku Tambusai dan Padanglawas. Supaya Inggiris jangan ikut
campur.
Lamanya perang masih berlangsung 7 tahun lagi setelah Patuan Nan Lobi ditangkap Belanda,
juga membuktikan kebohongan Belanda yang menyebut ekspedisi militer Belanda itu hanya
untuk menangkap Pertuan Nan Lobeh (Patuan nana Lobi).
1880 - 1892 : Setelah Belanda memadamkan perlawanan Tuanku Tambusai kekuatan Tuanku Tambusai hancur
lebur di Perang Padanglawas itu. Belanda telah menguasai Padanglawas dan
Kampar sepenuhnya. Tidak ada lagi tempat untuk menyusun perlawanan terhadap Belanda di
Padanglawas.
Atas persetujuan Inggiris Tuanku Tambusai menyusun kekuatan di Malaysia.
Raja Asal anak dari Tuanku Lelo yang mendirikan Padangsidempuan dan Ja Paruhum dari
Hasahatan adik moyang Penulis dihubungi dan mereka bentuklah di sana Kontingen Mandailing.
: Ja Paruhum dan Ja Barumun adalah adik Raja Hasahatan yang membawa pasukan ke
Gunungtinggi melawan Belanda. Sebagai bantuan dari Raja-Raja Hasibuan dari Barumun dan
Sosa.
Setelah Kontingen Mandailing dibentuk Tuanku Tambusai di Malaysia Tuanku Tambusai kembali
ke Langkat. Di Malaysia beliau membuat kuburan palsu untuk megelabui Belanda sebutlah untuk
menghilangkan jejak.
Setelah Tuanku Tambusai kembali ke Besilam Inggiris ingin mencoba pasukan yang dibentuk
Tuanku Tambusai itu sebelum didrop ke Padanglawas.
Pada Perang Pahang Kontingen Mandailing berhasil memadamkan pemberontakan yang ada di
sana. Tetapi pada Perang Selangor Kontingen Mandailing habis dibubur Pasukan Cina yang
menyemut banyaknya itu, di Bukit Petaling.
Tengku Kuddin meminta bantuan Cina dan menjanjikan kalau dia menjadi Sultan di Selangor
akan memberi Lumbong Timah yang ada di Selangor kepada Toke Cina yang membantu dia itu.
Pada waktu itu harga timah sangat tinggi, karena itu jadi rebutan.
1818 - 1821 : Menjadi Duta Gerakan Wahabi Minangkabau kepada Gerakan Wahabi di Arabia, menggantikan Tuanku Tinaro yang meninggal dalam perjalanan sewaktu menuju ke Arabia. Berbulan-bulan Tuanku Tambusai mengikuti keluarga Saudi di bawah pimpinan Faisal Ibnu Saud, putra dari Abdullah Ibnu Saud yang pada tahun 1816 dipancung Tentera Turky di Stambul. Pengalaman bergerilya bersama Faisal Ibnu Saud di Gurun Nesyed/ Hadramaut melawan tenteraTurky inilah yang telah membentuk kekerasan hati Tuanku Tambusai untuk terus bergerilya mengusir Penjajah Belanda.
1821 - 1837 : Sekembalinya dari Arabia Benteng Bonjol sudah dikepung Belanda. Bantuan dari Masyarakat Minangkabau sudah putus tidak bisa diharapkan lagi, karena semua sudah dikuasai Belanda. Dalam mengepung Benteng Bonjol, Belanda telah mendirikan Benteng Fort de Kockn di Bukittinggi. Fort van der Capellen di Batusangkar, Benteng Penyerangan dari Lubuksikaping dan Pakantan dan lain-lain. Tuanku Tambusai mendirikan Mandersa di Siborna yang dikenal sampai sekarang Padang Mandersa di dekat Mondang (Mondang Baru). Dari Benteng Daressalam Tuanku Tambusai menyerang Fort van der Capellen dan iring-iringan serdadu Belanda antara Fort van der Capellen yang bergerak ke Benteng Bonjol. Dari Padang Mandersa Siborna Pasukan Tuanku Tambusai bergerak melalui Sopodua di Bukit Barisan menghadang iringan serdadu Belanda yang bergerak dari Pakantan menuju Benteng Bonjol. Malahan Benteng BElanda di Pakantan juga diserang Pasukan Tuanku Tambusai kalau serdadu Belanda telah terkumpul mengepung Bonjol.
: Sehingga rencana Belanda menyerang Benteng Bonjol buyar sekali. Demikian taktik yang dibuat Tuanku Tambusai, sehingga Benteng Bonjol dapat bertahan 15 tahun dalam kepungan ketat serdadu Belanda dan Benteng Bonjol telah terisolasi dari masyarakat Minangkabau.
Kekuatan Pasukan Tuanku Tambusai hanya mampu menyerang "hit and run", tetapi betul-betul
menyusahkan serdadu Belanda.
Dari Padang Madersa Siborna ini juga bahan makan ke Benteng Bonjol yang sudah terkepung
disuply. Melalui poa Pinarik - Bukit Barisan - Bonjol, yang berjarak 1 (satu) hari perjalanan.
Seperti beras, daging saleh, ikan saleh. bahkan juga pasukan dikirim ke Benteng Bonjol
tersebut.
Tempat latihan pasukan yang dikirim itu di Padang Pangasaan dekat Siborna. Tugas pengiriman
bahan makanan ke Bonjol dan merekrut anggota pasukan diserahkan kepada isternya Tuanku
Tambusai bernama Nan Duri Batang Sosa. Tempat mengawasi jalannya latihan perang-perangan
itu dikenal orang Tor Panoduran sampai sekarang.
1838 : Belanda masuk melalui Tangga Begu menyerang Pasukan Tuanku Tambusai di Padanglawas.
Tangga Begu terletak antara Mandailing dan Padanglawas di Bukit Barisan. Tempat yang curam
di sana berupa tangga dan karena dilewati serdadu Belanda disebut Tuanku Tambusai Tangga
Begu. Tuanku Tambusai menyebut Belanda adalah Begu.
Anggota Pasukan Tuanku Tambusai habis dibunuhi serdadu Belanda dalam pertempuran ini
"Suang Songon Na Mangarabi Bira", kata Tuanku Tambusai. Istrinya yang tercinta Srikandi Nan
Duri Batang Sosa turut gugur dalam pertempuran ini. Tempat pertempuran ini diberi Tuanku
Tambusai namanya Pagaran Bira. Pagar Bira (keladi) yang tidak bisa diharapkan sebagai pagar
(handang).
Dari Pagaran Bira Belanda menyerang anggota Pasukan Tuanku Tambusai yang mundur ke
Siborna.
Di Siborna juga terjadi pertempuran habis-habisan. Alat persenjataan yang jauh lebih unggul
dari unggul dari alat persenjataan yang dimiliki Pasukan Tuanku Tambusai dapat menundukkan
semangat yang begitu berapi-api. Maleu kata Tuanku Tambusai.
: Setelah serdadu Belanda memukul Pasukan Tuanku dan membakar Mandersanya di Mondang
Baru, serdadu Belanda bergerak menyerang Benteng Daressalam di Daludalu. Perlawanan yang
begitu gigih dari anggota pasukan Tuanku Tambusai tidak mempan kepada kekuatan serdadu
Belanda yang begitu besar dan ampuh. Kekuatan serdadu Belanda yang mengepung Benteng
Bonjol ditambah serdadu Belanda dari Pakantan, Benteng Lubuksikaping dan lain-lain semua
dikerahkan menyerang Pasukan Tuanku Tambusai.
Serdadu Belanda dari Benteng Fort van der Capellen dan Fort de Kokn turut mengepung
Benteng Daressalam dari arah Selatan. Benteng Daressalam habis dibubur meriam-meriam
Belanda. Benteng Daressalam dibumi hangus serdadu Belanda maka habislah pertahanan
perlawanan Pasukan Padri yang terakhir pada tahun 1838.
1839 : Setelah Mandersa di Padang Mandersa Siborna dan Benteng Daressalam di Daludalu dibumi-
hangus Belanda; Tuanku Tambusai mendirikan Mandersa di Sipagabu. Sampai sekarang dikenal
orang tempat Mandersanya itu Padang Mandersa ni Baleo i di Sipagabu. Tuanku Tambusai
bermukim di sini lebih kurang 21 tahun.
1860 : Tuanku Tambusai pindah ke Rimbo Mahato dan mendirikan Mandersa sambil pengajian di
pinggir Sungai Putih. Karena Sungai Barumun tidak bisa dimanfaatkan untuk hubungan ke luar
dan lalu lintas perdagangan. Belanda sudah mendirikan Bivak di Pulau Kopiah di mulut/muara
Sungai Barumun.
1839 - 1860 : Pasukan Tuanku Tambusai turut memperkuat Pasukan Kesultanan Panai terhadap penyerangan
serdadu Belanda ke Labuhanbilik. Walaupun yang menyerang Kesultanan Panai di Labuhanbilik
itu disebut Bajaklaut. Itu hanya politik Belanda untuk meghindari campur tangan Inggiris.
1840 : Tuanku Tambusai mengikat perjanjian dengan Inggiris dan Sultan Siak Sri Indrapura. Untuk
perjanjian ini Tuanku Tambusai pernah pergi ke Inggiris secara rahasia. Yang di dalam turi-
turian ni Datuk Tuongku Aji Malim Leman yang dibuat Tuanku Tambusai disebut Na Sumolom
Laut Jabarullah.
Laut Jabarullah = Laut Gibraltar.
1843 : Akibat dari perjanjian ini Inggiris mengusir Belanda dari Padanglawas dan Kampar.
Belanda meninggalkan Padanglawas dan Kampar dengan ketentuan:
1. Pemerintah Belanda diizinkan oleh Pemerintah Inggiris merebut Kesultanan Aceh. Hal mana
belum diizinkan pada London Cobvention tahun 1814 serta pada London Tractat pada
tahun 1824.
2. Dengan syarat bahwa: Daerah Pengaliran Sungai siak serta Daerah Pengaliran Sungai
Rokan, merupakan Sphere Of interest Pemerintah Inggiris!!
Setelah Belanda meninggalkan Padanglawas dan Kampar Tuanku Tambusai bebas menyusun
kekuatan untuk melawan Belanda. Beliau mendirikan Benteng di Gunung Tinggi. Mempersiapkan
Patuan Nan lobi menjadi Panglima Perang Padanglawas yang di rencanakan itu.
Pertempuran itu nantinya akan dicampuri Inggiris dan dengan demikian maksud Inggiris
mencaplok untuk menyatukan Daerah Aliran Sungai Siak dan Rokan ke Malaya di bawah
kekuasaan Inggiris terkabul.
Pada tahun 1843 meninggalkan Padanglawas dan Kampar secara resmi. Tetapi secara diam-diam
Belanda melaga Raja-Raja ini di Padanglawas dan serdadunya mencampuri membantu Raja yang
pro kepada Belanda.
Yang menurut istilah Muhammad said Sejarawan Sumatera Utara: Belanda keluar dari pintu muka,
tetapi masuk dari pintu belakang.
1871 - 1879 : Perang Padanglawas
Perang antara Pasukan Tuanku Tambusai yang dibantu anggota Pasukan dari Raja-Raja di
Padanglawas melawan Pasukan khusus Belanda yang didatangkan dari Batavia yang diperkuat
serdadu Belanda yang ada di Bengkalis. Labuhanbilik, Tanjung Kopiah, Tanjungbalai dan
Labuhanbatu. Dari sebelah Barat turut pula menyerang Gunung Tinggi dari Padangsidempuan
dan serdadu Belanda dari Padang.
: Belanda tidak mau mengkaitkan Perang Padanglawas ini dengan Tuanku Tambusai dan
Padanglawas. Karena Belanda mengetahui Inggiris akan turut campur. Belanda mengetahui ada
perjanjian Inggiris dan Tuanku Tambusai demikian.
Dengan alasan itu pula maka Belanda sengaja memperkecil arti dari Perang tersebut. Mereka
hanya menyebut Ekspedisi Militer Belanda untuk menangkap Yang Dipertuan Nan Lobeh (Raja
Lobi Raja Gunungtinggi) yang berani menghina Pemerintah Belanda.
Demikian laporan Pemerintah Kolonial Belanda pada Tweede Kamer karena banyaknya pasukan
Belanda yang mati dalam pertempuran itu. Dalam Kolonial Verslag tahun 1872 itu juga diakui di
samping raja Gunungtinggi masih ada turut Raja-Raja lain melawan Belanda.
Yang menghandle penyerangan ke Gunungtinggi adalah Pemerintah Kolonial Belanda dari
sebelah Timur bukan Pemerintah Kolonial Belanda Bagian Barat yang berpusat di Padang.
Demikian juga jalan yang ditempuh melalui Sungai Bilah bukan melalui Sungai Berumun.
Begitupun istilah yang dipakai Perang Bilah, Perang Raja Bilah atau Perang Raja Lobi atau perang
Pertuan Nan Lobeh. Itu semua adalah politik Belanda untuk memperkecilkan perang tersebut
dan menghindarkan keterkaitan Tuanku Tambusai dan Padanglawas. Supaya Inggiris jangan ikut
campur.
Lamanya perang masih berlangsung 7 tahun lagi setelah Patuan Nan Lobi ditangkap Belanda,
juga membuktikan kebohongan Belanda yang menyebut ekspedisi militer Belanda itu hanya
untuk menangkap Pertuan Nan Lobeh (Patuan nana Lobi).
1880 - 1892 : Setelah Belanda memadamkan perlawanan Tuanku Tambusai kekuatan Tuanku Tambusai hancur
lebur di Perang Padanglawas itu. Belanda telah menguasai Padanglawas dan
Kampar sepenuhnya. Tidak ada lagi tempat untuk menyusun perlawanan terhadap Belanda di
Padanglawas.
Atas persetujuan Inggiris Tuanku Tambusai menyusun kekuatan di Malaysia.
Raja Asal anak dari Tuanku Lelo yang mendirikan Padangsidempuan dan Ja Paruhum dari
Hasahatan adik moyang Penulis dihubungi dan mereka bentuklah di sana Kontingen Mandailing.
: Ja Paruhum dan Ja Barumun adalah adik Raja Hasahatan yang membawa pasukan ke
Gunungtinggi melawan Belanda. Sebagai bantuan dari Raja-Raja Hasibuan dari Barumun dan
Sosa.
Setelah Kontingen Mandailing dibentuk Tuanku Tambusai di Malaysia Tuanku Tambusai kembali
ke Langkat. Di Malaysia beliau membuat kuburan palsu untuk megelabui Belanda sebutlah untuk
menghilangkan jejak.
Setelah Tuanku Tambusai kembali ke Besilam Inggiris ingin mencoba pasukan yang dibentuk
Tuanku Tambusai itu sebelum didrop ke Padanglawas.
Pada Perang Pahang Kontingen Mandailing berhasil memadamkan pemberontakan yang ada di
sana. Tetapi pada Perang Selangor Kontingen Mandailing habis dibubur Pasukan Cina yang
menyemut banyaknya itu, di Bukit Petaling.
Tengku Kuddin meminta bantuan Cina dan menjanjikan kalau dia menjadi Sultan di Selangor
akan memberi Lumbong Timah yang ada di Selangor kepada Toke Cina yang membantu dia itu.
Pada waktu itu harga timah sangat tinggi, karena itu jadi rebutan.
Advertisemen